Senin, 09 Maret 2015

*** FF Cinta Tapi Gengsi_Part 9 ***

Hameeda dan Jalal sedang berada di ruang baca yg digunakan Jalal juga sebagai ruang kerjanya di rumah. Hameeda duduk di salah satu kursi dan Jalal duduk di hadapannya.

" Ma,, ada apa dengan Mirza ? Aku tak pernah melihatnya mabuk seperti itu, apakah ini ada hubungannya dengan rencanaku untuk mulai melibatkannya dengan pekerjaan di hotel ? Aku hanya menyuruhnya berfikir, jika suatu hal yg buruk terjadi pada Ma dan aku maka dialah yg harus siap menjalankan bisnis ini. Itukah yg membebani fikirannya ?" Jalal tak habis fikir dengan kelakuan Mirza.

Hameeda menyangga kepalanya dengan satu tangan bertumpu pada lengan kursi. Ia berfikir keras bagaimana cara ia harus menyampaikan hal yg terjadi pada Mirza tanpa membuat kedua anak lelakinya makin terluka.

" Tidak bukan itu, Jalal. Aku tidak tahu bagaimana harus menyampaikannya padamu, kalian berdua adalah anak2ku selamanya aku tak pernah ingin lagi melukai hati kalian. Sudah cukup penderitaan kalian sejak aku dan Ayahmu memutuskan untuk bercerai. Aku tidak tahan kalau harus melihat salah satu dari kalian menderita. Tidak Mirza tidak juga dirimu Jalal." Hameeda mengulur waktu demi membuat Jalal mengerti ttg bagimana posisi Hameeda saat ini.

" Ma,,, jangan berbelit2. Aku tak bisa menduga2 apa yg terjadi pada Mirza. Tapi percayalah kebahagiaannya akan selalu menjadi prioritasku." Jalal menggenggam kedua tangan ibunya dan memberikannya kepastian bahwa Jalal akan melakukan apa saja yg sekiranya membuat Mirza bahagia.

" Mirza mencintai Bella, Jalal." Jalal terkejut dan melepaskan tangan Ibunya.

Jalal berdiri dan berbalik agak menjauh dari Ibunya. Hameeda menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Pertunangan Jalal dengan Bella, Hameeda mengetahui perasaan Mirza pada Bella dan kepergian Mirza ke Paris. Jalal mulai mengerti.

" Itukah sebabnya ia tidak hadir juga pada acara pertunanganku, ooh bodohnya aku. Mengapa aku baru menyadarinya sekarang. Ya Tuhan dia pasti sangat terluka." Jalal menyisirkan jari2nya ke rambut.

" Mungkin ini hanya masalah waktu, Jalal. Aku yakin dia akan bisa menerima ini seiring dg berjalannya waktu. Kita hanya perlu memberinya kesempatan lebih lama."Ujar Hameeda bijak.

***

" Apa maksudmu , Jalal ? Apa yang kau lakukan ? Apa salahku ? Apakah ini karena ada wanita lain ?" Bella menyerang Jalal dengan sengit.

" Bukan begitu Bella, dengarkan aku dulu. Kau harus mengerti satu hal, bahwa ternyata perasaanku padamu hanya seperti seorang kakak pada adiknya. Kau begitu manja kau begitu manis dan kau selalu membuat ceria hari2ku. But thats it , Bella. Aku tak pernah merasakan perasaan yang lainnya. Ketika kita bertunangan aku menyetujuinya karena aku harap aku bisa mulai mencintaimu sebagai seorang wanita. Kau begitu lugu, dan aku selalu ingin melindungimu. Tapi ini tak adil bagimu Bella. Aku hanya akan berpura2 dan itu akan lebih membuatmu tersiksa. Aku mohon , biarlah hubungan kita hanya sebagai kakak adik saja. Aku akan lebih bebas menyayangimu dari sebelumnya. " Jalal memegang tangan Bella dan menenangkannya.

" Tapi kau tidak adil , Jalal. Kau tidak memikirkan aku, kau tidak memikirkan perasaanku . Aku sudah terbiasà mencintaimu, aku sudah terbiasa dg kehadiranmu. Mengapa kau tega berbuat ini padaku, Jalal. Bagaimana aku bisa hidup tanpamu....Hu,,huu.." Bella mulai terisak di pangkuan Jalal..( *tetiba aku pusing nulis scene ini....wkwkwk) Jalal menenangkan Bella, ia juga tak tahu harus berbuat apa.

***

Berhari2 setelahnya Jalal tidak pernah bertemu dg Bella. Pun mendapat kabar darinya. Jalal membiarkan semuanya berlalu apa adanya. Ia tak pernah memberitahukan pada Ibunya bahwa ia sudah memutuskan pertunangannya dg Bella. Ada sesuatu yang bergejolak dalam dirinya. Jalal tahu Bella terluka. Tapi ia akan lebih terluka seandainya Mirza adik lelaki satu2nya itu menderita karena cinta. Jalal masih di melamun di meja kerjanya menghadap ke jendela sambil menatap gedung bertingkat diluar. Pintu ruangannya diketuk pelan,,,,

" Masuk,,,"

Terlihat Adham membawa beberapa file di tangannya. " Anda meminta saya mempelajari beberapa kemungkinan tentang kerjasama dengan Mr.Chan itu , Sir .. dan aku sudah menyelesaikan beberapa pandanganku tentang kemungkinan kerjasama ini." Adham meletakkan file2 itu di meja Jalal.

" Baiklah , dan apa hasilnya ? " Jalal penasaran.

" Dari sisi strategis bisnis , bila kerjasama ini terjadi, maka kita akan memperoleh keuntungan 100% dibulan pertama dari modal yg akan kita investasikan di awal, Sir. Pilihan anda pada Mr. Chan sangat menguntungkan dilihat dari segi apapun. Ia adalah pengusaha perhotelan yg sukses dibeberapa area wisata di Asia dan sekitarnya. Sejauh yang aku tahu, Mr.Chan selalu bekerja dengan hatinya. Dan istri beliau adalah kekuatannya dalam setiap pengambilan keputusan. Dan saya berharap anda akan benar2 memenangkan hati Mr.Chan , Sir." Adham menutup laporannya.

" Terima kasih Mr.Adham , aku sangat menghargai hasil kerjamu. Semoga saja hal itu akan segera terjadi."

***

Di kediaman keluarga Bella,,,,

" Honey, aku mohon makanlah. Sudah beberapa hari ini kau melewatkan beberapa kali jam makan. Ada apa ? Kau sedang bertengkar dengan Jalal ? Apa perlu aku bicara pada Jalal ? "

Bella hanya menggeleng lemah dan bersandar dipangkuan Ibunya. Tak mungkin ia membagi deritanya saat ini. Bella masih berharap Jalal hanya marah saat ini, dan ia akan segera kembali pada Bella.

***

Jodha sedang menata rangkaian bunga di meja Jalal, ketika didengarnya pintu ruangan Jalal di buka orang. Jalal masuk dengan menenteng tas nya.

" Owh , Selamat Pagi, Sir anda datang pagi2 sekali." Sapa Jodha pagi itu. Ia memang selalu meletakkan rangkaian bunga segar di meja Jalal. Sesuatu yg baru yang dinikmati Jalal ketika Jodha mulai bekerja disana. Dan pagi ini Jalal baru tahu kalau Jodha lah yg selalu meletakkan rangkain bunga2 itu. Jalal hanya mengangguk sebagai jawaban sapaan Jodha , ia lalu melanjutkan.

" Jodha bisakah membantuku mengirimkan fax ini ke kantor Mr. Chan di Beijing, aku menunggu segera balasannya jadi kabari aku secepatnya begitu dia membalasnya. " Jalal memberikan beberapa kertas dalam sebuah file. Ia mengambil kursinya lalu duduk disana.

" Baiklah , Sir,,,apakah ada yg anda butuhkan lagi?" Jodha menerima file itu.

" Tolong pesankan aku sarapan dari bawah. Dan terima kasih untuk bunganya pagi ini." Jalal mengatakannya sambil melihat lurus ke arah Jodha.

Jodha terpana sesaat sebelum ia akhirnya tersenyum dan berlalu dari sana dengan hati yang berbunga2.

Malam harinya......

Sampai kantor bubar, belum ada tanda2 Mr.Chan membalas fax-nya. Hanya Jalal dan Jodha yang masih ada di ruangan kantor itu. Sesaat sebelum Jodha beranjak pulang, mesin fax berbunyi.' Aah ini dia kabar yang dinantikan Pak Presdir aku harus mengabarinya.' Jodha membawa fax itu ke ruangan Jalal, bahkan Jalal sudah bersiap2 akan pulang juga. Jalal membacanya lagi dan tampak tersenyum setelahnya.

" Mr.Chan menerima pesanku dan akan lebih serius lagi mendalaminya. Ia menginginkan Proposal resminya agar ia dapat mempelajarinya malam ini. Bisakah kau email kan malam ini juga Jodha ? Maaf membuatmu lembur." Jalal duduk kembali di kursinya sambil memnaca fax itu sekali lagi. Jodha tersenyum senang dan ikut bahagia karenanya.

Tapi tiba2 senyum Jodha menghilang dari wajahnya ketika ia mengingat sesuatu. Jalal melihat Jodha yang tidak segera beranjak .

" Ada apa , Jodha ? "

" Arre,,, Sir, maafkan aku ...aku mengerjakan proposal itu di laptopku dan ,,,dan hari ini aku lupa membawanya , juga tidak menyimpannya di flashdisc ku" Jodha tampak panik dan menyesal.

" Jodhaaaaa,,,,mengapa kau seceroboh itu !!" Jalal berfikir sebentar lalu menemukan sebuah ide " kita tidak punya waktu banyak Jodha, kita akan mengambilnya malam ini juga ke rumahmu , Ayoo...." Jalal bersiap pergi.

" Tapi , Sir rumahku ada didistrik yg jauh dr sini. Kita harus naik MRT agar lebih cepat sampai. " Jodha menjelaskan dg khawatir.

" Tidak masalah, Ayoo,,!!!"

Jodha dan Jalal cepat2 menyusuri lorong sebuah stasiun kereta bawah tanah yg menuju ke tempat MRT. Tidak banyak penumpang yang menggunakan model transportasi ini pada malam hari. Hanya mereka yg tinggal di pinggiran kota London yang biasa menggunakannya pada jam2 sibuk. Biasanya mereka adalah buruh kasar yg sudah berbondong2 pulang pada sore harinya. Jodha dan Jalal segera membeli karcis dan melakukan tapping (meletakkan kartu pada mesin sensor) di gate ( pintu masuk ), 5 menit kemudian mereka sudah berada di MRT yang membawa mereka ke arah luar kota London.

Di dalam kereta Jodha menawarkan cemilan yang tadi dibelinya.Jalal menolaknya. Ia hampir tidak pernah makan makanan yang dijual di jalanan, terakhir kali ia memakannya waktu masih sekolah dulu, dan berhasil membuatnya diare selama beberapa hari sampai harus di rawat di Rumah Sakit. Tapi mencium aroma karee dari cemilan Jodha, tak ayal membuat asam lambung Jalal memberikan sinyal lapar ke otaknya. Beberapa kali Jalal menengok ke arah Jodha yang tampak begitu menikmati mie yang disantapnya. Ia menyerah dan mengambil satu bungkusan lagi yg di beli jodha untuknya. Mie goreng seafood ala di India dengan bumbu karee-nya di packing dalam kemasan seperti popcorn yang tahan panas dan anti basah, serta mengunakan sumpit untuk memakannya. Jalal baru merasakan nikmatnya makan mie seperti itu di dalam sebuah kereta di kota London. Benar2 sensasi yang luar biasa dalam menikmati sajian mie, dan tanpa terasa Jalal menghabiskan 1 porsi mie goreng itu, padahal hari biasa ia hanya akan memakan setengah porsi dari makanannya. Jodha tertawa lepas melihat tingkah Jalal, yang masih saja melahap mienya walaupun ia kepedasan.

" Mengapa menatapku seperti itu, apa kau tak pernah melihat orang kelaparan ? kau tahu, aku baru makan lagi mie ini setelah sarapanku pagi tadi."

" Aku tahu anda melewatkam jam makan siang anda, sir. Karenanya aku membeli mie ini tadi. " Jodha tersipu malu sendiri mengingat perhatiannya pada Jalal. " tidak ada makanan di tempatku krn aku jarang memasak. Biasanya pulang kerja aku langsung tidur. Hanya Dadisa yg kadang2 mengirimkan makanannya dan mengingatkanku untuk makan." Jodha menjelaskan panjang lebar.

Jalal juga terkesan dengan perhatian Jodha yang tampaknya hal kecil tapi mampu meninggalkan bekas di hatinya. Tapi ia menutupi kekagumannya .

" Kau tinggal bersama Nenekmu ? "

" Bukan, dia tetanggaku sesama orang India, kami sudah kenal lama dan dia menganggapku seperti cucunya sendiri. Kedua orang tuaku ada di Delhi." Jodha berhenti sebentar membayangkan kedua orang tuanya. " aku tinggal sendiri di sini, entah kapan bisa berkumpul lagi dengan mereka." Jodha menatap keluar kereta menyembunyikan air mata yang mulai menggenang di sudut matanya.

Jalal mengerti kesepian yang dialami Jodha, entah mengapa batinnya bisa merasakan apa yang dirasakan Jodha. Bahwa di dunia yang ramai ini Jodha dan Jalal sama2 merasa sendirian,,,,

TBC,,,,,,

1 komentar:

  1. Next Next Next.... Bunda FaRa,, lanjutannya kalau bisa secepatnya ya....

    BalasHapus